Lintassumbar.id – Sumatra Barat memiliki tiga induak silek salah satunya silek Sunua yang berkembang di Pesisir Barat Sumatra Barat sejak dari Pariaman ke Pasaman hingga ke Riau. Silek Sunua juga dikenal dengan silek para Kyai atau silek tuo di Minangkabau yang awalnya dikembangkan oleh Khalifah Syekh Burhanuddin sembari menyebarkan agama islam di Sumatera Barat. Oleh karena itu silek sunua ini mengandung unsur-unsur agama islam.
Silek Sunua bersifat menunggu serangan dari lawan bukan menyerang lawan, karena itu silek Sunua ditujukan untuk menjaga diri dari hal-hal yang membahayakan. Dalam perkembangannya Silek Sunua tidak lepas dari peran dua belas khalifah diantaranya Syech Burhanuddin, Syech Badarudin, Syech Badu Elang, Syech Daud, Anduang Ijuak, Syech Bani Adam, Anduang Joki, Mak Munaf, Baka Baluik, Rajo Ageh, Sulaiman dan H. Ali Musa.
Silek Sunua disempurnakan oleh khalifah yang ke-5 yaitu Anduang Ijuak, yang mana Anduang Ijuak merupakan putra asli dari Sunua, sehingga penamaan silek tuo ini dikenal dengan nama silek Sunua sampai sekarang.
Sudirman, salah satu guru silek di Kabun Sunur mengatakan ia telah mempelajari silek ini dari sekolah dasar. Ketika Silek Sunua sudah hampir punah, tepatnya pada tahun 2004 pria 45 tahun ini terpanggil untuk melestarikan kembali dengan niatan ingin meneruskan perjuangan H. Ali Musa selaku Kapalo Mudo di Sunua yang juga merupakan bagian dari dua belas khalifah.
“Motivasi awal saya ingin melestarikan silek ini agar Nagari Sunua tidak hilang dari peredaran juga untuk menjaga agar warisan leluhur ini tidak punah karena silek Sunua merupakan silek tuo terkhususnya kepada masyarakat dan generasi penerus di Nagari Sunua, karena bak kata orang jan mangaku urang Sunua kalau indak pandai silek Sunua, hal ini membuktikan bahwa silek merupakan jati diri dari orang sunua,” terangnya.
Ia juga menambahkan selain untuk melestarikan budaya, silek ini diajarkan kepada para muda mudi penerus juga untuk sebagai pagar diri dari musuh. Namun tidak diperuntukan untuk gaya-gayaan dan menyombongkan diri karena pada dasarnya silek hanya digunakan dalam keadaan yang mendesak seperti kata pepatah indak kama gantiang ka balaga.
Untuk latihan silek Sunua dilakukan dalam dua kali seminggu yang biasanya diajarkan pada malam hari dan semua anak Sunua berhak belajar silek ini namun tidak juga tertutup kemungkinan bagi muda-mudi luar Sunua untuk belajar.
“Hingga saat ini perguruan silek Sunua telah memiliki beberapa murid diantaranya di Korong Kabun 30 orang, di Korong Padang Kalam sekitar 20 orang dan masih banyak lagi murid-murid yang menjadi sasaran baik di Nagari Sunua, Sunua Barat dan Nagari Sunua Tengah. Perguruan ini juga telah memiliki prestasi diantaranya pernah mengikuti festival silek tingkat Nasional di Payakumbuh serta mendapat juara 2 dan 3 pada Festival Alek Nagari di Sintuk Toboh Gadang pada tahun 2019,“ terang suami Anita ini.
Pada tahun 2009 Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Pariaman berpartisipasi dalam melestarikan silek Sunua dengan memberikan bantuan baju seragam.
Dalam rangka mendukung kelestarian budaya Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman telah membuat rencana strategis yang mengacu pada Undang-undang nomor 5 tahun 2017 tentang pengajuan kebudayaan yang dituangkan dalam Pokok-Pokok Kebudayaan Daerah (PPKD) yang disahkan oleh kepala Daerah
“Kabupaten Padang Pariaman telah menyusun rencana strategis bidang kebudayaan yang telah dimuat dalam bentuk keputusan bupati nomor 392/ Kep/BPP/2018 tentang Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten Padang Pariaman dimana didalamnya terdapat poin cagar budaya tak benda termasuk silek dan randai,” terang Suhatman, selaku Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Padang Pariaman.
Ia menambahkan dalam melestarikan silek pada tahun 2017, bidang kebudayaan telah membuat program digitalisasi cagar budaya tak benda salah satunya silek sunua yang juga telah tertuang dalam PPKD Padang Pariaman termasuk pembinaan sanggar khusus silek di Aur Malintang dan Sungai Limau.
Silek sunua ini tidak hanya dipelajari oleh anak laki-laki saja namun juga diikuti oleh wanita yakninya Wiwid Mulya Putri yang merupakan murid wanita pertama di perguruan ini. Berasal dari keluarga yang juga pesilat memotivasi wiwid mempelajari silek agar bisa menjaga diri.
“Terlahir sebagai perempuan tidak menyurutkan niat saya untuk mempelajari silek sunua, sejak dari sekolah menengah pertama sudah timbul ketertarikan untuk mempelajari silek ini mungkin karena kakek saya juga pesilat dulunya serta dengan mempelajari silek ini minimal bisa melindungi diri kita dari bahaya,” ungkapnya.
Katanya banyak tantangan yang ditemukan dari awal ingin mempelajari silek ini diantaranya silek sunua masih dianggap tabu untuk seorang perempuan hingga ia dicemooh karena silek ini dianggap tidak penting dan bukan untuk perempuan.
Tidak hanya masyarakat luar yang menentang namun keluarganya juga tidak mendukung atas kemaunnnya ini namun dengan kemauan dan tekad yang kuat ia bisa meluluhkan hati keluarganya hingga mengizinkannya untuk belajar silek.
“Alhamdulillah, dengan semangat dan tekad yang kuat saya dapat membuktikan perempuan juga bisa memepelajari silek sehingga banyak dari anak perempuan sunua yang berminat dan ingin mempelajari silek sunua, dan saat ini juga telah terbentuk sanggar mandiri dengan nama Sanggar Silek Sunua yang diketuai oleh saya sendiri,” terang wanita 29 tahun ini. (*)
Komentar