Oleh: Bima Putra – Mahasiswa STIT Syekh Burhanuddin Pariaman
Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri kemanusiaannya. Dan pendidikan formal di sekolah hanyalah bagian kecil saja dari padanya, tapi merupakan inti dan tidak bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara keseluruhan. Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan tidak mungkin di jawab dengan menggunakan analisa dan pemikiran yang mendalam yaitu analisa filsafat.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat sosial, tidak salah jika ada yang menyatakan bahwa terpuruknya suatu bangsa disebabkan telah diabaikannya pendidikan. Karena pada hakikatnya proses kehidupan adalah proses pendidikan, dan begitu juga sebaliknya proses pendidikan merupakan proses kehidupan. Sehingga dapat disimpulkan pendidikan adalah bidang kehidupan manusia yang paling vital dan fundamental bagi proses menuju bangsa yang cerdas sehingga berujung pada kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa. Namun pendidikan seringkali masih dirasakan oleh masyarakat sebagai beban berat. Banyak masyarakat yang tidak dapat sepenuhnya memperoleh pendidikan karena ketiadaan biaya
Pendidikan menjadi barang mewah yang teramat mahal sehingga tidak dapat dijangkau dengan kemampuan uang yang dimiliki. Ini disebabkan budaya kapitalis telah merambah dunia pendidikan, dunia pendidikan tidak luput dari kekejaman kapitalisme yang cenderung hanya bicara uang dan keuntungan materil. Hal ini berusaha mengkaji secara kritis tentang fenomena kapitalisme yang telah berkembang dalam dunia pendidikan Indonesia, khususnya sekolah bahkan di perguruan tinggi, sehingga menyebabkan perbedaan kualitas pendidikan yang didapatkan oleh masyarakat.
Bahwa ada beberapa hal yang harus dilakukan agar dapat mengembalikan pendidikan kepada hakikatnya, yaitu dengan mengembalikan pendidikan ke jati diri idea sebagai proses mencerdaskan kehidupan bangsa yang diamanatkan dalam UUD 1945, yaitu pendidikan yang berkualitas sekaligus berkeadilan bagi seluruh anak bangsa. Pendidikan yang berlaku untuk semua tanpa kecuali hilangkan hambatan bagi akses pendidikan untuk semua. Temukan alternatif model pendidikan yang bervisi dan berwajah humanis, Pernyataan Soedijarto dan Tilaar di atas menunjukkan betapa pendidikan sejatinya tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan suatu bangsa dimana pendidikan itu berada
Cara pandang berbasis kapitalisme mendorong masyarakat mengakumulasikan kapital demi keuntungan pribadi. Bagaimana mungkin cita-cita leluhur tentang pendidikan sebagai pencipta pribadi yang memiliki kecerdasan emosional, intelektual serta keterampilan kini terabaikan.
Kapitalisme dalam penyelenggaran pendidikan akan dikuasai oleh pemilik modal sebagai pembuat kebijakan-kebijakan yang merubah pola pikir masyarakat, sehingga pendidikan hanya diarahkan untuk mencari lapangan pekerjaan semata. Seperti yang kita tahu, paham kapitalisme menyatakan bahwa pemilik modal dapat melakukan semua usaha demi meraih keuntungan secara personal (pribadi). Jika kapitalisme masuk ke sekuler pendidikan, maka tujuan dasar dari pendidikan akan bergeser dari mencerdaskan atau memanusiakan manusia menjadi sebuah bisnis pasar.
Manusia tengah disibukkan untuk meraih pendidikan setinggi-tinggi mungkin, yang tujuannya memperoleh suatu pekerjaan sebagai penunjang hidupnya. Namun, oleh sebagian orang, pendidikan diikuti hanya sebatas iming-iming ijazah sebagai salah satu syarat untuk melamar pekerjaan. Hal ini membuat arti sekolah yang dulunya sebagai tempat pertumbuhan karakter manusia sekarang berubah fungsi sebagai tempat untuk mendapatkan ijazah. Sehingga tradisi menyontek, plagiat, serta menyuap menjadi hal yang biasa dilakukan oleh para pelaku pendidikan.
Menurut Karl Marx (dalam Masoed, 2002), kapitalisme adalah sebuah sistem dimana harga barang dan kebijakan pasar ditentukan oleh para pemilik modal untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam sistem kapitalis ini, pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar demi keuntungan bersama, melainkan hanya untuk kepentingan-kepentingan pribadi.
Lain halnya dengan Karl Marx, Adam Smith berpendapat bahwa kapitalisme adalah suatu sistem yang bisa menciptakan kesejahteraan masyarakat apabila pemerintah tidak memiliki intervensi terhadap mekanisme dan kebijakan pasar. Didalam kapitalisme ini pemerintah hanya berperan sebagai pengawas saja. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Max Weber (dalam Masoed, 2002), dimana Weber menganggap bahwa kapitalisme ialah sebagai sebuah sistem kegiatan ekonomi yang dituju pada suatu pasar dan juga yang dipacu untuk menghasilkan laba dengan adanya pertukaran pasar.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kapitalisme atau kapitalis adalah sebuah sistem ekonomi politik dimana terdapat perdagangan, industri, dan alat-alat produksi yang dikendalikan oleh pemilik modal dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Selain itu, kapitalisme menjadikan pendidikan sebagai proses yang tidak memanusiakan manusia serta hanya akan menyebabkan solidaritas berkurang. Apabila pendidikan tetap bertahan dengan konsep kapitalisme, akan melahirkan manusia individual yang cenderung bersaing demi ego pribadi. Sebagai contoh, sistem pendidikan sekolah yang saat ini hanya diarahkan kepada persaingan. Persaingan yang meningkat hanya akan menyebabkan seseorang menjadi pribadi yang kurang bersahaja (hanya mengutamakan daya saingnya namun tidak mengenal lawannya).
Penerapan sistem kapitalis dalam dunia pendidikan ini banyak menimbulkan dampak yang tidak baik bagi suatu negara. Salah satu dampak yang paling mendasar adalah biaya pendidikan semakin mahal yang menyebabkan tidak semua masyarakat bisa mengakses pendidikan, sehingga akan semakin sedikit kesempatan bagi warga yang kurang mampu dalam memperoleh pendidikan.
Dunia pendidikan sekarang telah diatur sedemikian rupa oleh pemilik modal untuk sebatas mengikuti peraturan saja. Seperti sekolah enam kali pertemuan dalam satu minggu, ditambah dengan sekolah sore, bimbel, kursus, dan lainnya. Siswa hanya disibukkan dengan dunia pendidikan formal. Kebijakan pendidikan hanya diarahkan menuju profesi ataupun keahlian yang cocok untuk tujuan kapitalis.
Komentar