Oleh: Idham Fadhli – Wartawan Utama
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik telah disahkan sejak 30 April tahun 2008 silam. Namun baru diberlakukan dua tahun kemudian, tahun 2010. Sehingga UU Keterbukaan Informasi Publik kini sudah berusia lebih kurang 14 tahun. Disahkannya UU Keterbukaan Informasi Publik bukan tanpa perjuangan. Rancangan Undang-Undang ini sudah mulai digaungkan oleh beberapa aktivis dan LSM sejak tahun 1999. Selang 9 tahun, barulah Undang-Undang ini disahkan oleh DPR.
UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengamanatkan pembentukan Komisi Informasi, baik di tingkat pusat maupun di tingkat provinsi dan kabupaten kota. Menurut pasal 23, Komisi Informasi berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi (penyelesaian sengketa tanpa melalui proses pengadilan).
Untuk menjalankan fungsi tersebut Komisi Informasi mempunyai tugas menerima, memeriksa, dan memutuskan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohonan Informasi Publik, menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik dan menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
Adapun wewenang Komisi Informasi diatur dalam pasal 27 yang terdiri dari empat ayat. Komisi Informasi memiliki wewenang memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa, meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan sengketa Informasi Publik, meminta keterangan atau menghadirkan Pejabat Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik dan membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja Komisi Informasi.
Dengan segala fungsi dan kewenangan yang dimiliki oleh Komisi Informasi, sangat jelas bahwa Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang memiliki peran strategis dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih.
Di Sumbar sendiri Komisi Informasi (KI) baru berdiri pada tahun 2014. Praktis kini KI Sumbar sudah berusia 8 tahun dan sudah melewati dua kali masa periode kepemimpinan
Lantas bagaimana sejauh ini keberadaan Komisi Informasi dan keterbukaan informasi publik di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Barat?
Dalam rentang waktu tersebut, Komisi Informasi (KI) Sumbar tampak sudah cukup “on the track” mengawal dan mengkampanyekan keterbukaan informasi publik di Sumbar. Berbagai kegiatan dan program dijalankan oleh KI Sumbar dalam upaya membumikan keterbukaan informasi publik di Sumbar. Namun upaya tersebut nampaknya belum cukup. Pasalnya di Sumbar saat ini masih banyak badan publik yang tidak peduli dan bahkan belum memahami apa itu keterbukaan informasi publik.
Saya melakukan survei kecil-kecilan kepada beberapa pejabat publik di pemerintahan Kota Pariaman dan Kabupaten Padangpariaman secara acak. Saya menanyakan apakah mereka mengetahui Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Hasilnya dari 10 orang yang saya wawancarai, 8 orang diantaranya mengaku tidak tahu UU KIP.
Lebih jauh saya menanyakan kepada mereka tentang keberadaan lembaga Komisi Informasi Sumbar, mereka juga mengaku tidak mengetahui sama sekali. Temuan ini tentu saja mengkhawatirkan dimana pejabat publik di Sumbar sebagian besar tidak mengetahui soal keterbukaan informasi publik. Pejabat publik yang menjadi sasaran UU KIP malah tidak mengetahui soal keberadaan UU Keterbukaan Informasi Publik. Jadi bagaimana mungkin kita berharap kepada badan publik untuk bersikap terbuka terhadap informasi publik.
Padahal UU KIP sudah mengamanatkan pembentukan PPID yakni Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, yang berfungsi sebagai pengelola dan penyampai dokumen yang dimiliki oleh Badan Publik. Dengan keberadaan PPID maka masyarakat yang akan menyampaikan permohonan informasi lebih mudah dan tidak berbelit karena dilayani lewat satu pintu.
Masih banyaknya pejabat publik yang tidak mengetahui UU Keterbukaan Informasi Publik membuktikan sosialisasi UU KIP belum maksimal menjangkau sebagian badan publik dan masyarakat secara luas. Ini tentu menjadi tantangan dan “PR” bagi Komisi Informasi Sumbar untuk mengatasi persoalan tersebut. Sosialisasi UU KIP harus lebih dimasifkan lagi. Pembinaan dan edukasi kepada badan publik harus terus ditingkatkan. Komisi Informasi Sumbar mesti jemput bola melakukan sosialisasi kepada badan publik.
Tidak hanya badan publik, kampanye dan sosialisasi keterbukaan informasi juga harus menyasar masyarakat luas agar mereka menjadi masyarakat sadar informasi. Termasuk juga kepada generasi muda seperti pelajar dan mahasiswa. Hal ini penting dilakukan agar mereka mengetahui hak mereka untuk memperoleh informasi dan berani bersikap kritis.
Agar sosialisasi UU KIP lebih optimal perlu dibentuk Komisi Informasi di tingkat kabupaten kota di Sumbar. Komisi Informasi kabupaten kota akan menjadi ujung tombak dalam sosialisasi keterbukaan informasi publik di daerah. Sehingga keterbukaan informasi publik menjadi budaya dalam birokrasi.
Kemudian Komisi Informasi harus mendesak pengesahan rancangan peraturan daerah (Ranperda tentang Keterbukaan Informasi Publik) yang kini sudah memasuki tahapan finalisasi oleh Mendagri. Keberadaan Perda Keterbukaan Informasi Publik ini sangat dibutuhkan guna mempercepat terwujudnya keterbukaan informasi publik di Sumbar.
Keberadaan Perda Informasi Publik tentu akan semakin memperkuat kampanye keterbukaan informasi publik di Sumbar. Perda tersebut akan menjadi payung hukum dalam mempercepat terwujudnya keterbukaan informasi publik. Penerapan punish dan reward kepada badan publik akan semakin memacu mereka untuk transparan dan melaksanakan keterbukaan informasi dalam penyelengaraan pemerintahan sehingga Sumbar menjadi provinsi informatif.
Undang-Undang KIP sudah menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh informasi publik. Karena hak memperoleh informasi adalah hak azazi yang dijamin oleh negara. Masyarakat bisa mengajukan permohonan informasi kepada badan publik secara tertulis. Badan publik wajib memberikan informasi kepada pemohon informasi sepanjang informasi tersebut dalam penguasaannya. Bagi badan publik atau perseorangan yang menolak memberikan informasi publik bisa dipidana jika terbukti menghambat akses informasi publik dengan ancaman penjara paling lama 1 tahun dan denda 5 juta rupiah.
Pemohon informasi bisa mengajukan sengketa informasi kepada Komisi Informasi selambat-lambatnya 14 hari kerja sejak diterimanya keputusan/tanggapan tertulis dari atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Dalam waktu 14 hari kerja sejak diterimanya permohonan penyelesaian sengketa, Komisi Informasi harus mulai melakukan proses penyelesaian sengketa melalui mediasi dan/atau adjudikasi. Proses penyelesaian sengketa informasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi diselesaikan paling lambat 100 hari kerja.
Jika pada tahap mediasi tidak dihasilkan kesepakatan maka Komisi Informasi melanjutkan proses penyelesaian sengketa melalui adjudikasi. Jika pemohon informasi puas atas keputusan adjudikasi Komisi Informasi, sengketa selesai. Namun jika pemohon informasi tidak menerima atau tidak puas dengan putusan Komisi Informasi, maka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan dalam waktu 14 hari kerja sejak diterimanya putusan tersebut.
Penerapan sanksi pidana penting dilakukan untuk memberikan efek jera terhadap pejabat publik dan badan publik yang masih enggan membuka informasi publik. Pasalnya masih banyak pejabat atau pimpinan lembaga publik di Sumbar yang enggan membuka diri dan menutup pintu terhadap upaya masyarakat dalam memperoleh informasi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengaduan dan sengketa informasi publik yang masuk ke Komisi Informasi Sumbar.
Namun sejak disahkan 30 April 2008 silam, sanksi pidana belum pernah diterapkan kepada badan publik maupun perseorangan. Hal ini seakan mencerminkan sanksi pidana itu baru sebatas di atas kertas saja. Komisi Informasi harus mendorong penerapan sanksi pidana terhadap pelanggar UU nomor 14 tahun 2008.
Semoga upaya-upaya di atas mampu meningkatkan kesadaran badan publik dan pejabat publik terhadap keterbukaan informasi publik sehingga terwujud penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih dan akuntabel.
Salam transparansi!
Idham Fadhli – Wartawan Utama
Komentar