Oleh: Musfi Yendra, S.IP, M.Si – Ketua Komisi Informasi Sumatera Barat
Lahirnya Undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik membuka ruang untuk terciptanya tata pemerintahan yang bersih dan transparan. Prinsip good governance and clean government merupakan sebuah keharusan dijalankan setelah reformasi di Indonesia. Keterbukaan informasi publik merupakan perwujudan dari negara yang menganut sistem demokrasi.
Pada bagian menimbang dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2008 ini disebutkan bahwa, informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional suatu bangsa, bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik dan, bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.
Ruh keterbukaan informasi publik ini juga diatur dalam pasal 28 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Sehingga UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik memiliki kekuatan hukum yang sangat kokoh.
Era reformasi dan demokratisasi telah membuka ruang bagi partisipasi publik dalam pembangunan. Demokratisasi selain telah mengembalikan hak-hak politik dan hak-hak sipil masyarakat, juga membuka ruang lebih besar bagi rakyat untuk berpartisipasi. Perkembangan demokrasi Indonesia ditandai dengan ditetapkannya Undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mulai berlaku secara efektif pada tahun 2010.
Undang-undang ini merupakan produk untuk menjamin pelembagaan atas hak-hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari sumber yang seluas-luasnya tentang proses politik dan penyelanggaraan negara. Sebenarnya sebelum Undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, pemerintah dan DPR juga sudah menetapkan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kedua undang-undang ini memberikan batasan-batasan penting mengenai apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan lembaga/badan publik lainnya dalam kaitannya dengan implikasi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan akses yang seluas mungkin atas sumber-sumber informasi publik yang strategis.
Demokratisasi selanjutnya dapat dijaga secara berkesinambungan dan mendapatkan momentum yang positif secara terus menerus di era reformasi yang terus bergulir. Saat ini partisipasi masyarakat dalam pembangunan tergantung pada sistem politik yang dianut.
Karena itu, perubahan paradigma tata pemerintahan suatu negara memiliki konsekuensi terhadap perubahan pemaknaan dan mekanisme pelaksanaan partisipasi publik dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Partisipasi diberi makna sebagai keterlibatan masyarakat dalam proses politik yang seluas-luasnya baik dalam pengambilan keputusan dan monitoring kebijakan yang dapat mempengaruhi kehidupan rakyat.
Tujuan reformasi birokrasi menciptakan aparatur pemerintahan yang baik, profesional, berkarakter, beritegritas, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, berdedikasi dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
Keterbukaan informasi publik menjadi sesuatu yang serius untuk diperhatikan. Pertama, hadirnya globalisasi di segenap lingkup kehidupan telah memicu peradaban manusia untuk melakukan pertukaran informasi secara masiv dan salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas informasi menjadi sangat penting karena semakin terbukanya penyelenggaraan negara untuk diawasi oleh publik.
Artinya penyelenggaraan negara secara kondisional semakin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap orang untuk memperoleh informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan informasi publik.
Kedua, perlu dipahami bahwa keterbukaan informasi publik merupakan ciri penting negara demokratis yang senantiasa menjunjung tinggi kedaulatan rakyat guna mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik serta merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara, badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
Selain itu, keterbukaan informasi publik merupakan pondasi dalam membangun tata pemerintahan yang baik (good governance), transparan, terbuka dan partisipatoris dalam seluruh proses pengelolaan kenegaraan, termasuk seluruh proses pengelolaan sumberdaya publik sejak dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan serta evaluasinya.
Ketiga, eksistensi mengenai keterbukaan informasi publik dapat mendorong masyarakat menjadi lebih demokratis dengan memungkinkan adanya akses masyarakat terhadap informasi yang dimiliki pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun lembaga lembaga-lembaga publik lainnya. (*)
Komentar