Padangpariaman — PT Angkasa Pura Indonesia Cabang Bandara Internasional Minangkabau (BIM) menggelar simulasi penanganan penumpang yang terindikasi terinfeksi penyakit menular, dengan fokus pada penyakit cacar monyet (monkeypox). Simulasi ini dilakukan untuk menguji kesiapsiagaan seluruh pihak terkait dalam menghadapi keadaan darurat kesehatan yang melibatkan penumpang terinfeksi penyakit menular.
Simulasi ini mengambil skenario seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru kembali dari liburan di Thailand. Ia menumpang pesawat dengan rute Kuala Lumpur-Padang. Dalam perjalanan, penumpang tersebut mulai menunjukkan gejala yang mencurigakan dan diduga terinfeksi virus monkeypox, yang menimbulkan kecemasan di kalangan penumpang lainnya.
Begitu gejala mencurigakan terlihat, prosedur penanganan medis darurat segera diaktifkan oleh General Manager Angkasapura Indonesia Cabang BIM, Herman Situmorang. Tim medis di lapangan pun segera menyiapkan rencana evakuasi penumpang dengan kode merah. Namun, saat proses evakuasi akan dilaksanakan, penumpang yang terindikasi terinfeksi virus monkeypox tersebut menolak untuk dievakuasi. Bahkan, ia menyandera seorang pramugari sebagai bagian dari aksinya.
Melihat situasi yang semakin memanas, negosiasi pun dilakukan oleh pihak kepolisian dan petugas Aviation Security (AVSEC) untuk mengatasi ketegangan. Setelah 20 menit bernegosiasi, akhirnya petugas berhasil mengendalikan situasi dan mengevakuasi penumpang yang bersangkutan dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap. Penumpang tersebut kemudian dibawa ke tempat isolasi sementara di bandara dan selanjutnya dirujuk ke rumah sakit terdekat untuk penanganan medis lebih lanjut.
Herman Situmorang, PJS General Manager Angkasapura Indonesia Cabang BIM, menjelaskan bahwa simulasi ini merupakan bagian dari pengujian kesiapsiagaan seluruh personil bandara dalam menghadapi keadaan darurat. “Simulasi ini bertujuan untuk menguji kelancaran prosedur yang telah ditetapkan dalam Airport Emergency Plan dan Airport Contingency Plan. Sesuai dengan aturan regulator, Kementerian Perhubungan, pengujian semacam ini harus dilakukan setidaknya sekali dalam dua tahun untuk skala besar,” ujar Herman.
Sementara itu, Mawari Edy, Kepala Balai Karantina Kesehatan (KKP) Kelas 1 Padang, menambahkan bahwa balai karantina memiliki tugas utama untuk memastikan bahwa seluruh proses penanganan kedaruratan kesehatan, khususnya terkait penyakit menular, berjalan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. “Kami juga memiliki agenda untuk melakukan pengujian ini, dan kami sangat berterima kasih atas dukungan penuh yang diberikan oleh Angkasapura Indonesia untuk mewujudkan simulasi ini,” jelas Mawari.
Simulasi ini bertujuan untuk menguji efektivitas koordinasi antara berbagai pihak yang terlibat, seperti Angkasapura, petugas AVSEC, pihak kepolisian, dan Balai Karantina Kesehatan, dalam menangani keadaan darurat kesehatan. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa prosedur penanganan penumpang terinfeksi penyakit menular dapat diterapkan secara efektif dan cepat, guna menjaga keselamatan penumpang lainnya di bandara dan mengurangi potensi penyebaran penyakit.
Dalam simulasi ini, Angkasapura dan pihak terkait juga menguji kesiapan sistem komunikasi dan logistik yang diperlukan untuk penanganan keadaan darurat medis di bandara. Dengan adanya simulasi ini, diharapkan dapat meningkatkan kesigapan dan respons personil bandara dalam menghadapi situasi darurat kesehatan di masa depan.
Simulasi penanganan penumpang terinfeksi penyakit menular ini menjadi bagian penting dalam meningkatkan kualitas dan ketahanan operasional Bandara Internasional Minangkabau dalam menghadapi ancaman kesehatan global, serta sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat.(***)