Padang – Penanaman pohon digelar di halaman Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat pada Jumat (14/11/2025) pagi. Di bawah langit Padang yang cerah, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memulai langkah baru: wakaf pohon dan wakaf hutan sebagai cara menekan emisi karbon dari pelaksanaan ibadah haji.
Program ini disampaikan langsung oleh Herry Alexander, Anggota Badan Pelaksana BPKH, yang mengungkapkan hasil kajian Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah. Kajian tersebut menemukan bahwa setiap jemaah haji menyumbang emisi setara 74 pohon, mulai dari perjalanan udara, bus, hingga aktivitas selama di Tanah Suci.
“Kita ingin ada kontribusi nyata dari jemaah melalui wakaf pohon, agar penyelenggaraan haji di masa depan tidak terinterupsi akibat perubahan iklim,” ujar Herry.
Herry mengatakan perubahan iklim semakin terasa dampaknya. Ia menyinggung penyelenggaraan haji 2023, ketika sekitar 860 jemaah meninggal, sebagian karena heat stroke di tengah cuaca ekstrem.
“Kondisi ini tidak bisa kita biarkan terus terjadi,” ucapnya. “Iklim berubah, dan penyelenggaraan haji harus siap dengan mitigasinya.”
Setelah penanaman perdana di Sumbar, program akan diperluas secara bertahap.
“Selanjutnya, kita akan masuk ke ekopesantren di Jawa. Ada sekitar 1.000 pesantren yang siap terlibat. Setelah itu wakaf hutan di Bogor, dan terakhir kita sedang siapkan lokasi di Kulon Progo atau Gunung Kidul,” kata Herry.
Menurutnya, langkah perluasan ini penting untuk memastikan program tidak berhenti sebagai kegiatan simbolis.
Untuk tahap awal, BPKH menyiapkan Rp 400 juta dari Dana Abadi Umat, bukan dari setoran jemaah haji. Dana ini berfungsi sebagai seed money sebelum diperluas melalui skema keuangan syariah seperti Cash Wakaf Link Deposito dan Wakaf Link Sukuk.
“Kita ingin menggerakkan wakaf secara produktif dan berkelanjutan,” jelas Herry.
Targetkan Jemaah Haji dan Umrah
BPKH menargetkan:
• 221.000 jemaah haji per tahun
• 2,5 juta jemaah umrah setiap tahun
“Bayangkan jika 2,5 juta jemaah umrah menyumbang Rp 3 juta untuk wakaf pohon. Ini bisa membesarkan ekosistem wakaf kita secara luar biasa,” kata Herry.
Peluncuran program ini dilakukan saat dunia tengah membahas isu iklim dalam COP UNFCCC di Brasil. Herry melihat momen ini sebagai bentuk kontribusi nyata Indonesia terhadap agenda global.
“Saat negara lain masih bernegosiasi, jemaah haji Indonesia sudah melakukan aksi konkret. Act locally, think globally.” jelasnya.
Dengan program ini, BPKH berharap penyelenggaraan haji tetap berkelanjutan dan tidak kembali terhenti akibat krisis seperti pandemi atau bencana iklim di masa depan.(Jamal)












