Dalam lanskap demokrasi modern, keterbukaan informasi publik tidak hanya menjadi tuntutan hukum, tetapi juga kebutuhan sosial. Ia adalah fondasi bagi pemerintahan yang transparan dan akuntabel, sekaligus menjadi jembatan kepercayaan antara negara dan warganya.
Di tengah tantangan disinformasi dan banjir informasi di era digital, peran media publik menjadi semakin strategis. Di sinilah Televisi Republik Indonesia (TVRI) menegaskan kembali eksistensinya—bukan sekadar sebagai lembaga penyiaran, tetapi sebagai penggerak budaya keterbukaan informasi di seluruh penjuru negeri.
Keterbukaan informasi publik telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Regulasi ini menempatkan setiap badan publik, termasuk lembaga penyiaran publik seperti TVRI, pada posisi strategis sebagai pelaksana hak warga negara atas informasi.
Pasal 7 UU KIP menyebutkan bahwa badan publik wajib menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik. Prinsip ini menegaskan bahwa hak atas informasi bukan lagi kemewahan, tetapi bagian dari kedaulatan rakyat dalam negara demokrasi.
Namun, keterbukaan informasi tidak bisa berjalan tanpa perantara yang kredibel dan berpengaruh. TVRI dapat memainkan peran penting. Sebagai lembaga penyiaran publik yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 yang telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2024 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Posisi TVRI berbeda dari stasiun televisi swasta.
TVRI tidak hanya berorientasi pada rating dan komersial, tetapi memiliki mandat pelayanan publik: memberikan informasi yang benar, mendidik, menyejukkan, serta memperkuat kohesi sosial bangsa.
Dalam konteks keterbukaan informasi, TVRI memiliki potensi unik. Dengan jaringan yang menjangkau seluruh provinsi, TVRI berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah dan rakyat. Melalui program-program seperti dialog interaktif, liputan kebijakan publik, dan siaran edukatif, TVRI dapat memperkuat partisipasi publik dalam proses pemerintahan.
Setiap program yang transparan bukan hanya menyiarkan informasi, tetapi membangun kepercayaan dan kesadaran publik terhadap pentingnya akuntabilitas. Lebih jauh, TVRI juga berperan sebagai kurator informasi publik.
Di tengah derasnya arus hoaks dan manipulasi data di media sosial, TVRI dapat menjadi benteng verifikasi informasi—menyajikan berita berbasis fakta, data resmi, dan sumber badan publik yang kredibel. Ini adalah bentuk tanggung jawab sosial lembaga penyiaran publik untuk menjaga integritas ruang informasi nasional.
Salah satu langkah inovatif yang patut didorong adalah pembentukan Duta Keterbukaan Informasi Publik di stasiun TVRI daerah. Inovasi ini diinisiasi oleh Komisi Informasi Sumatera Barat dengan TVRI Sumatera Barat. Para duta ini, yang berasal dari kontributor atau jurnalis TVRI di kabupaten dan kota, dapat menjadi agen literasi informasi publik—menyebarluaskan pemahaman masyarakat tentang hak atas informasi dan mendorong badan publik lokal agar lebih terbuka.
Para duta juga berperan sebagai penghubung antara Komisi Informasi Daerah dan masyarakat, mesosialisasikan hasil monitoring dan evaluasi keterbukaan informasi publik yang dilakukan oleh Komisi Informasi, tata cara pengajuan informasi ke badan publik, serta mengajukan sengketa informasi. Melalui pendekatan ini, TVRI tidak hanya menyampaikan berita, tetapi menjadi bagian aktif dari gerakan nasional membangun budaya transparansi.
Dengan cara ini, TVRI kembali menegaskan dirinya sebagai “televisi pemersatu bangsa” yang menyiarkan tidak hanya gambar dan suara, tetapi juga informasi sebagai hak asasi manusia, dan nilai-nilai keterbukaan dan partisipasi publik.
Keterbukaan informasi publik tidak bisa dilepaskan dari peran Komisi Informasi (KI) sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan UU KIP untuk menjalankan fungsi pengawasan dan penyelesaian sengketa informasi. Kolaborasi TVRI Sumatera Barat dan Komisi Informasi Sumatera Barat ini menjadi langkah penting untuk membangun ekosistem keterbukaan informasi di Ranah Minang. Bisa juga diadopsi di provinsi lain hingga nanti terbentuk ekosistem nasional yang kuat dan berkelanjutan.
Sinergi ini dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk: _pertama_, produksi program edukatif bersama seperti _talkshow_ atau dokumenter tentang keterbukaan informasi publik; _kedua_, liputan hasil monitoring dan evaluasi keterbukaan informasi badan publik agar publik mengetahui lembaga yang paling transparan; _ketiga_, pelatihan jurnalistik transparansi bagi kontributor TVRI di daerah agar mereka memahami etika, regulasi, dan teknik peliputan isu keterbukaan informasi publik; dan _keempat_, kampanye nasional keterbukaan informasi publik yang disiarkan melalui jaringan TVRI dengan tema besar seperti “Transparansi untuk Indonesia Emas 2045.”
Sinergi ini bukan hanya meningkatkan literasi publik tentang hak atas informasi, tetapi juga memperkuat fungsi kontrol sosial media publik terhadap jalannya pemerintahan. Dengan penyiaran yang jujur dan transparan, TVRI membantu Komisi Informasi memperluas jangkauan edukasi publik hingga ke pelosok negeri.
Keterbukaan informasi publik adalah sarana untuk memperkuat demokrasi substansial. Demokrasi tidak hanya berarti kebebasan berpendapat, tetapi juga keterbukaan data, transparansi kebijakan, dan partisipasi publik dalam pengawasan. TVRI, sebagai lembaga penyiaran publik, memegang kunci penting dalam membangun kesadaran kolektif tentang hal ini.
Sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik, setiap badan publik wajib menyediakan informasi yang mudah diakses dan disebarluaskan melalui berbagai media, termasuk lembaga penyiaran publik. Badan publik di daerah, baik pemerintah kabupaten/kota, lembaga vertikal, hingga pemerintah nagari bisa bekerjasama dengan TVRI.
Dengan kekuatan jaringan TVRI, prinsip keterbukaan itu bisa diterjemahkan ke dalam bahasa siaran yang populer dan membumi.
Pada akhirnya, peran TVRI dalam keterbukaan informasi publik bukan sekadar menjalankan amanat undang-undang, tetapi juga melaksanakan tugas kebangsaan: menjaga kepercayaan rakyat melalui siaran yang jernih, mendidik, dan transparan.
Dalam terang layar TVRI, publik tidak hanya menonton, tetapi juga belajar, memahami, dan berpartisipasi dalam kehidupan bernegara yang terbuka dan demokratis. Keterbukaan informasi bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab media publik untuk memastikan bahwa cahaya kebenaran sampai ke setiap rumah di nusantara. (*)













