Fanalisa Elfa*
Cakap literasi siswa secara awam dimaknai kemampuan menulis dan membaca. Mereka dikatakan cakap dalam menulis apabila bisa merangkai kata menjadi kalimat bermakna. Begitu juga dengan kecakapan membaca dilihat dari kemampuan mereka memaknai kata demi kata yang dibaca. Namun, makna kecakapan literasi secara ilmiah tidak sesederhana itu.
Menurut Within dan Within dalam bukunya yang berjudul Learning to Read the Numbers; Integrating Critical Literacy and Critical Numeracy in K-8 Classroom, literasi era modern mencakup kecakapan semua bidang mata pelajaran. Siswa memiliki kecakapan literasi dalam matematika, bahasa, humaniora dan ilmu pengetahuan lainnya. Contohnya matematika memang masalah angka, namun dengan literasi matematika siswa dapat menginterpretasikan angka tersebut dalam berbagai konteks.
Cakap literasi dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan. Semakin baik kecakapan literasi siswa semakin baik pula kualitas sumberdaya manusia tersebut yang berhilir kepada kualitas bangsa dan peradaban.
Jika kita tilik salah satu visi misi Indonesia Emas 2045 yaitu membangun generasi yang memiliki sumberdaya manusia yang kompeten. Generasi yang diharapkan dapat menjadi penerus perjuangan bangsa Indonesia di era dimana semua permasalahan bangsa seperti korupsi, pendidikan, kesehatan telah usai. Untuk itu, salah satu kompetensi yang harus dimiliki adalah kompetensi literasi yang mumpuni.
Namun, jika kita melihat tingkat literasi Indonesia berdasarkan survei Program for International Students Assessment (PISA) yang ditulis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019 berada pada urutan ke 62 dari 70 negara yang diteliti.
Berdasarkan data, Indonesia memiliki indeks 0.09 buku pertahun dibawah standar UNESCO 3 buku pertahun. Indonesia masih jauh dibelakang dibanding negara-negara lain. Ditambahkan lagi, pandemi Covid 19 semakin membuat literasi Indonesia mengkhawatirkan. Kebijakan sekolah daring membuat siswa kehilangan pembelajaran yang cukup memprihatinkan.
Data riset Kemendikbudristek yang diambil dari sampel 3.391 siswa SD dari 7 kabupaten/kota di 4 provinsi, pada bulan Januari 2020 dan April 2021 menyebutkan bahwa kemajuan pembelajaran berkurang (learning loss) untuk literasi setara dengan 6 bulan belajar.
Untuk mengejar ketertingggalan tersebut, pemerintah telah memberikan opsi tiga kurikulum pemulihan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 kepada satuan pendidikan, yaitu kurikulum 2013, Kurikulum Darurat (Kurikulum 2013 yang disederhanakan), dan kurikulum Prototipe. Seiring dengan itu, guru diharapkan dapat membuat area konten belajar mengajar yang dapat menguatkan kecakapan literasi siswa.
Indikator penguatan area konten proses belajar mengajar yang menyatukan literasi dan konten belajar mengajar dengan beberapa menurut Carrasquilo dan Kucer dalam bukunya Beyond the Beginning yaitu (1) Strategi pembelajaran dengan menggunakan bermain peran, pemecahan masalah, stategi bertanya, simulasi dan sebagainya.
(2) Sumber Teknologi dengan menggunakan video clip, film, dokumentasi (3) lingkungan belajar dengan menggunakan materi audio visual dan gambar yang beragam, konteks dunia nyata dan lingkungan yang penuh dengan buku. (4) materi pembelajaran menggunakan konteks dan literature beragam budaya dan text yang beragam. (5) strategi belajar siswa dengan melakukan penarikan kesimpulan, mencatat, menggarisbawahi, kutipan dan lain-lain.
Guru dapat memilih dan memilah indikator tersebut sesuai dengan tingkat kecakapan literasi siswa agar tujuan pembelajaran terpenuhi. Semakin rendah tingkat kecakapan mahasiswa semakin tinggi usaha guru dalam mengeksplor indikator sehingga hasil pembelajaran sesuai dengan tujuan pembejaran.
*Dosen Politeknik Negeri Bengkalis.