Oleh: Imelda Hardi, SH – Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Andalas
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, menurut ketentuan – ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah meliputi:
Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.”
Demikian kutipan dari isi Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok—Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Berdasarkan Pasal 19 UUPA tersebut, jelas bahwa tujuan pendaftaran tanah oleh Pemerintah adalah untuk menjamin kepastian hukum bagi si pemegang hak atas tanah. Jaminan kepastian hukum ini dapat meliputi letak, luas, batas tanah, status tanah dan pemegang hak atas tersebut.
Sri Soedewi Masjchun Syofwan dalam bukunya “Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah” mengatakan bahwa dengan dilakukannya pendaftaran tanah, maka pihak ketiga dapat dengan mudah melihat hak-hak apa serta beban-beban apa saja yang ada atau melekat pada bidang tanah tersebut. Dengan demikian terpenuhi syarat tentang pengumuman (openbaarheid), yang dapat dipertahankan oleh siapapun juga dan dapat dialihkan dan lain-lain yang merupakan salah satu azas yang melekat kepada hak-hak yang bersifat kebendaan.
Lebih lanjut tujuan pendaftaran tanah ini dapat dilihat dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi “Pendaftaran tanah bertujuan:
untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak lain yang terdaftar agar mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.”
Lalu seberapa pentingkah keberadaan sertifikat tanah?
Muchtar Wahid dalam bukunya “Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah” mengatakan bahwa hakikat kepastian hukum yang sebenarnya terletak pada kekuatan sertifikat kepemilikan hak atas tanah sebagai bukti kepemilikan termasuk di pengadilan. Namun kepastian hukum bersifat negatif pada hakikatnya merupakan kepastian hukum yang relatif, dengan pengertian bahwa oleh peraturan perundang-undangan dijamin kepastian hukum selama tidak dibuktikan.
Sertifikat merupakan tanda bukti yang kuat bagi pemilik atau pemegang hak atas tanah di Indonesia. Pemilik tanah atau pemegang hak atas tanah dapat berbentuk perorangan, badan hukum maupun instansi Pemerintah. Pembuatan dan penerbitan sertifikat hak atas tanah merupakan salah satu rangkaian kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, serta Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah.
Begitu pentingnya keberadaan sertifikat bagi si pemegang hak atas tanah tersebut sehingga dalam Pasal 19 ayat (4) UUPA terdapat ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya dalam pendaftaran tanah sebagaimana termaksud pada ayat (1).
Untuk mencapai sasaran dari Pasal 19 ayat (4) UUPA ini, Pemerintah telah mengambil langkah-langkah dengan kemampuan Pemerintah dari segi pendanaan serta sumber daya manusia dan peralatan yang ada. Contohnya dengan diselenggarakannya program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia sejak beberapa tahun terakhir.
Program ini disinyalir merupakan angin segar bagi masyarakat atau pihak yang mempunyai hak atas tanah namun belum memiliki sertifikat tanah. Untuk dapat melaksanakan prosedur pendaftaran tanah hingga terbitnya sertifikat dengan biaya Rp 0,- (nol rupiah) serta pelayanan “jemput bola” yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan (ATR/BPN) Kabupaten/Kota yang menjadi penyelenggara program tersebut. Dilaksanakannya pendaftaran tanah yang dibiayai oleh Pemerintah ini diharapkan menarik minat dan kesadaran masyarakat dalam melakukan pendaftaran pertama kali. Dengan prosedur yang lebih sederhana dan waktu yang lebih singkat yang juga merupakan benefit yang disuguhkan dalam pelaksanaan program ini.
Sementara itu dalam hal aset tanah daerah, pada Tahun 2021 lalu terdapat target sebanyak 50 persil aset tanah Pemerintah Kota Padang yang pendaftaran Sertipikat Hak Pakainya dibiayai oleh APBD Kota Padang sebesar Rp 328.887.700,- melalui sub kegiatan Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dengan rincian penggunaan tanah sebagai berikut:
Padang Tahun Anggaran 2021
Hal ini dimaksudkan dalam rangka melakukan pengamanan atas barang milik daerah berupa tanah meliputi pengamanan fisik, pengamanan administrasi dan pengamanan hukum. Sebagaimana amanat Pasal 303 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, bahwa “Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya.”
Upaya pengamanan hukum atas aset tanah Pemerintah Kota Padang ini dilakukan terhadap tanah yang belum memiliki sertifikat, dan tanah yang sudah memiliki sertifikat namun belum atas nama Pemerintah Kota Padang. Sehingga kegiatan pendaftaran Sertifikat Hak Pakai atas aset tanah Pemerintah Kota Padang ini akan terus dianggarkan dan dilaksanakan dari tahun ke tahun sehingga kedepannya diharapkan akan tuntas dilakukan hingga total 12.679 persil aset tanah Pemerintah Kota Padang (*data dari Dinas Pertanahan Kota Padang Tahun 2021, dan akan terus bertambah per tahunnya).
Diakhir tulisan ini dapat disimpulkan bahwa arti penting pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah memberikan kepastian hukum terhadap kepemilikan bidang tanah masyarakat. Sertifikat tanah merupakan alat bukti terkuat dan terpenuhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi minimnya minat masyarakat untuk mendaftarkan tanah dikarenakan belum pahamnya masyarakat tentang arti penting pendaftaran tanah, rasa takut masyarakat akan sulitnya prosedur pendaftaran tanah terutama tanah milik kaum (kelompok masyarakat adat), rasa khawatir masyarakat terhadap biaya yang timbul dalam proses pendaftaran tanah. Sehingga diharapkan peran serta Pemerintah dalam melakukan sosialisasi tentang pentingnya pendaftaran tanah ini, sedangkan kekhawatiran masyarakat terhadap biaya dalam proses pendaftaran tanah telah terjawab dengan adanya program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.
Komentar