Lintassumbar.co.id – Di balik rekor MURI yang didapat Nagari Pariangan sebagai Desa Wisata Pencipta Karya Seni Batik dari ampas kopi, ternyata ada perempuan hebat yang melakukan penelitian dan mengajarkan kepada pengrajin hingga akhirnya berkembang dan menjadi nilai lebih Nagari Pariangan. Siapa dia?
Nama lengkapnya adalah Rina A Aziz. Orang-orang mengenalnya dengan nama Rina Kiniko, karena dia adalah salah satu pemilik dari brand industri Kopi Kiniko, yang terletak di Nagari Tabek Patah, Kecamatan Salimpuang, Kabupaten Tanah Datar.
Selain itu, Rina juga dikenal sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Tanah Datar dan dosen di berbagai perguruan tinggi swasta di Sumatera Barat. Rina menceritakan, dia mulai meneliti ampas kopi karena prihatin ampas kopi seakan menjadi limbah dan beban bagi para pengusaha kopi.
“Sebenarnya penelitiannya sudah mulai dari empat tahun lalu. Namun puncaknya dan akhirnya diproduksi ketika pandemic covid-19 melanda dunia,” ujar Rina, Rabu (2/11/2022).
Rina menceritakan, selama menjadi pengusaha kopi dia selalu mengamati pola para penikmat kopi. Para penikmat kopi, selalu membuang residu padat, biasanya disebut ampas kopi yang dihasilkan dari penyeduhan serbuk kopi, lalu ampas ini terbuang menjadi limbah.
Selama ini diketahui ampas kopi adalah barang yang sudah terbuang dan dianggap tidak punya nilai jual lagi. Padahal limbah ampas kopi bisa dimanfaatkan sebagai zat warna untuk kain batik.
Dari limbah tersebut dapat diolah menjadi pewarna alami untuk membatik dengan menggunakan konsep 3 R (Reuse, Reduce, Recycle).
Reuse adalah memanfaatkan limbah melalui proses ulang untuk menjadikan fungsi lain ataupun fungsi yang sama. Reduce adalah mengurangi bahan yang menimbulkan sampah sedangkan Recycle adalah proses ulang kembali agar menghasilkan produk dalam bentuk lain yang mempunyai nilai jual.
“Dari konsep Recycle inilah Batik pewarna alami dari ampas kopi mulai di produksi untuk dipasarkan,” papar Rina.
Kemauan Rina mengembangkan batik ampas kopi memuncak ketika pandemic covid-19 melanda. Ketika itu banyak kopi return dan pemasaran juga mandek.
Kata Rina, sebelum akhirnya dia putuskan memproduksi, dia sudah melakukan berbagai eksperimen. Di antaranya dengan mencuci kain hingga 25 kali. Didampingi Prof Azril Azahari dia juga melakukan uji lab di Balai Besar Industri Batik Yogyakarta.
Nah, setelah yakin produknya layak dipasarkan, Rina mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan HAM. Barulah Rina mencari pengrajin.
Karena melihat di Pariangan sudah ada pengrajin batik yang bisa, Rina pun menjalin kerjasama dengan pengrajin batik Pariangan yang diketuai oleh Zelmawati.
Pola kerjanya, ampas kopinya berasal dari Kopi Kiniko, lalu pengrajin menandatangani perjanjian kerjasama tidak akan membocorkan formula dan resepnya. Selanjutnya, ada pembagian fee untuk setiap hasil produksi.
“Saya Pilih pariangan, karena sudah ada dasar membatik,” ujar perempuan yang saat ini sedang mengambil program doctoral bidang pariwisata di Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo, Yogyakarta ini.
Rina mengatakan, keberhasilan pengembangan batik ampas kopi ini juga berkat bimbingan dari Prof Azril Azahari, urang awak yang jadi guru besar bidang pariwisata. “Saya tidak akan bisa jalan sendiri tanpa bimbingan beliau,” jelas Rina.
Dia berharap ke depan batik ampas kopi ini semakin dikenal dan mendapatkan pemasaran yang baik. Sehingga bisa diproduksi banyak, dan membantu menyejahterakan pengrajin batik yang ada di Tanah Datar.
Kemudian, Rina juga punya mimpi, di setiap destinasi wisata memiliki produk unggulan yang tidak dimiliki oleh destinasi lainnya. Sehingga ini akan menjadi nilai tambah bagi destinasi tersebut. (Hijrah Adi Sukrial)