Pariaman – Masyarakat Kelurahan Jawi-Jawi II, Kecamatan Pariaman Tengah, Kota Pariaman membudidayakan maggot sebagai solusi menangani sampah organik.
Pembudidayaan maggot dilakukan kelompok Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang dibentuk oleh Kelurahan Jawi-Jawi II.
Maggot merupakan belatung dari black soldier flys (BSF) dengan nama latin hermetia illucens. BSF termasuk keluarga lalat tapi ukuran lebih besar dari lalat pada umumnya.
Maggot terlihat seperti lebah namun ukurannya kecil dari lebah dan lebih besar dari lalat. Belatung ini berwarna hitam pekat dan selalu hidup di limbah organik.
Ia akan hidup dan berkembang biak di sumber sampah organik saja, tidak seperti lalat yang sering menghampiri makanan segar, maupun sampah.
Lalat BSF hanya hidup sebentar saja sekitar 15 hari, untuk minum dan kawin. Setelah bertelur, lalat BSF akan mati.
Telur maggot akan menetas sekitar tiga hingga lima hari. Setelah telur menetas dan menjadi belatung berusia sekitar tiga hingga lima hari, sudah mulai diberi asupan sampah organik, belatung atau maggot tersebut akan hidup selama 18 hingga 20 hari dan menjadi puppa.
Selanjutnya akan menetas dan menjadi lalat BSF, Maggot bertekstur kasar, tidak seperti belatung pada lalat rumahan yang cenderung licin. Ukurannya lebih besar dari belatung rumahan. Warna maggot layaknya warna belatung pada umumnya, yakni berwarna putih gading.
Yulhendri Ketua LPM Kelurahan Jawi-Jawi II mengatakan bahwa, limbah organik tidak dapat didaur ulang dan menyebabkan bau apalagi jika sampai mencemari lingkungan sehingga solusi utama penanganannya menggunakan maggot.
Dalam penanganan limbah organik, maggot akan memakan limbah organik tersebut, sampai habis. Sisa limbahnya bisa dijadikan pupuk dan sudah tidak berbau lagi.
“Sampai habis oleh maggot, ada sisa dari makanan maggot bisa jadi pupuk dan sudah tidak bau,” ujar Yulhendri saat ditemui Selasa, (9/4/2019).
Yulhendri menjelaskan maggot secara efektif dapat menangani limbah organik, maggot yang mereka hasilkan dapat menjadi pakan ternak ikan dan unggas yang peihara di kelurahan jawi-jawi II, sisa penguraian limbah organik dari maggot tersebut bisa juga dijadikan pupuk organik pada tanaman rumah tangga (kesehatan) obat-obatan.
Yulhendri menambahkan bahwa pada dasarnya budidaya maggot ini di mulai dari Rp.0,- karena bahan baku nya sangat sederhana yaitu dari sampah organik yang di fermentasi kan menjadi tempat tumbuhnya maggot.
Dengan adanya budidaya maggot ini maka pemuda dan masyarakat setempat dapat merasakan manfaatnya sehinggan ini akan menjadi penghasilan terbaru dan akan mengurangi pengangguran di kelurahan dijawi-jawi II.
“Diharapkan pemerintah kota Pariaman dapat memberi dukungan dalam bentuk pemberian sampah-sampah organik yang sudah di iventaris untuk diberikan ke kelurahan jawi-kawi II, jika sampah organik ini kita dapat kan 1 ton, maka panen maggot ini bisa mencapai 100Kg, artinya ini akan sangat menguntungkan dan bermanfaat sekali untuk semuanya.”
“Kedepannya kelurahan jawi-jawi II bisa menjadi kelurahan percontohan di Kota Pariaman khususnya dan Sumatera Barat umumnya. karena budidaya maggot ini setau kami satu-satunya yang ada di Kota Pariaman.” ujar Yulhendri. (*)
Komentar